A. Sejarah Berdirinya IPNU-IPPNU
1) Periode Perintis
Munculnya organisasi IPNU-IPPNU adalah bermula dari adanya jam’iyah
yang bersifat local atau kedaerahan, wadah yang berupa kumpulan pelajar
dan pesantren yang kesemuanya dikelola dan diasuh oleh ulama’. Jam’iyah
tersebut tumbuh dan berkembang diberbagai daerah hampir diseluruh
belahan bumi Indonesia misalnya jam’iyah dzibaan, yasinan dll, yang
kesemuanya memiliki jalur tertentu dan satu sama lain tidak berhubungan.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan nama yang terjadi didaerah
masing-masing, mengingat lahirnya pun atas inisiataf sendiri-sendiri.
Di Surabaya putra dan putri Nahdlotul Ulama’ mendirikan perkumpulan
yang diberi nama Tsamrotul Mustafidzin pada tahun 1936. Tiga tahun
kemudian tahun 1939 lahir persatuan santri Nahdlotul Ulama’ atau
PERSANU. Tahun 1941 lahir persatuan murid NO (PERMONO) pada saat itu
bangsa Indonesia mengalami pergolakan melawan penjajah jepang. Sehingga
terbentuk IMANU atau Ikatan Murid Nahdlotul Ulama’ di kota Malang pada
tahun 1945.
Di Madura berdiri Ijtimaut Tholabiyah pada tahun 1945. Meskipun
bersifat pelajar keenam Jam’iyah atau perkumpulan tersebut tidak berdiam
diri, ikut pula dalam perjuangan melawan penjajah.
Tahun 1950 di Semarang berdiri ikatan Mubaligh Nahdlotul Ulama’
dengan anggota masih remaja. Pada tahun 1953 di Kediri berdiri PERPANU
(Persatuan Pelajar Nahdlotul Ulama’) pada tahun yang sama di Bangil
berdiri Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama’ (IPNU) pada tahun 1954 di Medan
berdiri Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama’ (IPNU) dan masih banyak yang tak
tercantum dalan naskah ini. Titik awal inilah yang menginspirasi para
perintis pendiri IPNU-IPPNU untuk menyatukan langkah dalam satu
perkumpulan.
2) Periode Kelahiran
Aspek-aspek yang melatar belakangi IPNU-IPPNU berdiri antara lain:
a. Aspek Ideologis
Indonesia mayoritas penduduknya adalah bera gama islam dan berhaluan
Ahlussunah Wal Jama’ah, sehingga untuk melestarikan faham tersebut
perlu di siapkan kader-kader penerus yang nantinya mampu mengkoordinir,
mengamalkan dan mempertahankan faham tersebut dalam bermasyarakat,
berbangsa, bernegara dan beragama.
b. Aspek Paedagogis / Pendidikan
Adanya keinginan untuk menjembatani kesenjangan antara pelajar umum dan pelajar pesantren.
c. Aspek Sosiologis
Adanya persamaan tujuan, kesadaran dan keikhlasan akan pentingnya
suatu wadah pembinaan bagi generasi penerus para ulama’ dan penerus
perjuangan bangsa.
Gagasan untuk menyatukan langkah tersebut dalam Muktamar Ma’arif pada
tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H, bertepatan dengan tanggal 24 Februari
1954 di Semarang. Usulan ini dipelopori oleh pelajar-pelajar dari
Yogyakarta, Solo dan Semarang yang diwakili oleh Sofyan Cholil, Abd.
Ghoni, Farida Ahmad dan Tolkhah Mansur. Muktamar menerima usulan
tersebut dengan suara bulat dan mufakat dilahirkan oleh suatu organisasi
yang bernama IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama’) dengan ketua M.
Tolchah Mansur serta pada tanggal itu ditetapkan hari lahir IPNU.
Lahirnya IPNU merupakan organisasi termuda dilingkungan Nahdlotul
Ulama’. Sebagai langkah awal untuk memasyarakatkan IPNU, maka pada
tanggal 29 April sampai 1 Mei 1954 diadakan pertemuan di Surakarta yang
dikenal dengan Kolida / pertemuan lima daerah yaitu meliputi Yogyakarta,
Semarang, Kediri, Surakarta, dan Jombang, menetapkan sebagai pucuk
pimpinan sekarang pimpinan pusat serta merencanakan usaha untuk
mendapatkan legitimasi dari Nahdlatul Ulama’ secara formal. Usaha
mencari legitimasi ini diwujudkan dengan mengirimkan delegasi pada
Muktamar UN ke X di Surabaya pada tanggal 8-14 September 1954. Delegasi
tersebut dipimpin oleh M. Tolchah Mansur, Abdul Ghani, Farida Ahmad
dengan perjuangan yang optimal akhirnya IPNU mendapat pengakuan dengan
syarat beranggotakan putra saja, sedangkan putri akan diadakan
organisasi tersendiri.
Pada tanggal 28 Pebruari sampai 3 Mart 1955 IPNU mengadakan konggres
pertama di Malang, bersamaan itu pula di Solo terbentuklah Ikatan
Pelajar Putri Nahdlotul Ulama’ (IPPNU) tepatnya pada tanggal 2 Maret
1955, dan pada tanggal itu pula ditetapkan sebagai hari lahir IPPNU.
Status IPNU-IPPNU dari konggres I sampai VI masih merupakan anak asuh
LP Ma’arif, baru kemudian setelah konggres VI di Surabaya tanggal 20
Agustus 1966, IPNU-IPPNU meminta hak otonom pada Nahdlotul Ulama’ dengan
maksud agar dapat mengatur rumah tangganya sendiri. Pengakuan otonom
ini diberikan dalam Muktamar Nahdlotul Ulama’ di Bandung pada tahun 1967
yang dicantumkan dalam AD / ART Nahdlotul Ulama’ pasal 10 ayat 1 dan 9
dalam Muktamar Nahdlotul Ulama’ di Semarang tahun 1979, status
IPNU-IPPNU terdapat pada pasal 2 AD Nahdlotul Ulama’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar